Pengalaman Mahasiswa Kedokteran Keturunan Asia Amerika: Rasisme dalam Dunia Medis

Pengalaman buruk orang-orang keturunan Asia di dunia kedokteran Amerika.

Dr. David Yang, seorang ahli kedokteran gawat darurat berusia 32 tahun yang berketurunan Tionghoa-Amerika di Yale School of Medicine. Telah merasakan dampak diskriminasi rasial sepanjang kariernya dalam dunia medis. Dia pernah menjadi sasaran makian dari beberapa pasien. Mendengar komentar rasial yang mengaitkannya dengan Covid, dan bahkan sering disalahartikan sebagai kolega Asia lainnya. Meski dia tahu bahwa pengalaman ini bukanlah satu-satunya. Dia menyadari bahwa penelitian yang bermakna tentang rasisme anti-Asia dalam bidang medis masih sangat kurang. Oleh karena itu, dia melakukan penelitian sendiri dengan menyurvei dua puluh mahasiswa kedokteran.

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Yang membenarkan kekhawatirannya. Mahasiswa kedokteran keturunan Asia Amerika dari berbagai latar belakang melaporkan bahwa mereka sering mengalami rasisme. Dan mereka merasa bahwa sekolah kedokteran mereka tidak melakukan banyak tindakan untuk mengatasi masalah ini. Yang mengatakan, “Percakapan, tindakan-tindakan mikroagresi, dan diskriminasi yang saya alami sangat sering juga dialami oleh peserta lain yang saya wawancarai. Mayoritas peserta yang saya temui merasa tidak mendapatkan dukungan yang memadai dari sekolah kedokteran mereka. Dan mereka merasa bahwa mengangkat isu ini dapat berdampak buruk pada pelatihan kedokteran mereka.”

Pengalaman Mengenaskan

Salah satu mahasiswa kedokteran berketurunan Pakistan Amerika yang disurvei oleh Yang berbagi pengalaman mengenaskan ketika seorang dokter yang bertanggung jawab padanya pernah membuat lelucon yang menghina Islam di hadapannya di depan pasien. Dengan mengatakan, “Dia akan mendatangkan teman-temannya dari Taliban untuk menghadapi Anda.”

Bagi perempuan keturunan Asia yang berkarir dalam bidang medis, rasisme dan seksisme dapat memengaruhi perlakuan yang mereka terima dalam lingkungan klinis. Salah satu peserta menceritakan pengalamannya ketika seorang pasien berkomentar, “Kamu begitu cantik. Kamu seperti boneka Cina.”

Sentimen anti-Asia sehubungan dengan Covid-19 telah menambah lapisan rasisme lain yang harus dihadapi oleh mahasiswa kedokteran keturunan Asia setiap hari. Yang mengingatkan insiden saat dia menjadi seorang intern. Ketika seorang dokter senior menyarankan agar dia tidak merawat seorang pasien yang memiliki reaksi negatif setelah ada orang yang terlihat seperti Asia batuk di dekatnya.

Dalam beberapa kasus, tindakan diskriminatif tersebut sangat terang-terangan. Salah satu mahasiswa kedokteran keturunan Filipina Amerika menceritakan bahwa orang tua seorang pasien pernah mengeluh, “Saya tidak ingin perawat [Asia] itu merawat anak saya karena saya takut anak saya tertular virus corona.”

Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Yang juga mengungkapkan kasus-kasus identitas yang salah di antara para mahasiswa, termasuk penukaran nilai dan ulasan. Salah satu peserta berbagi pengalaman, “Menurut rencana, kami memiliki mentor untuk kelompok kecil yang akan kami ikuti selama empat tahun. Dan dibutuhkan satu tahun penuh bagi salah satu dari mereka untuk dapat membedakan saya dari pria Asia lainnya yang juga ada di sana.”

Selain diskriminasi yang dialami, mahasiswa kedokteran keturunan Asia juga merasa bahwa kurangnya struktur dukungan di lingkungan mereka merupakan masalah yang serius. Banyak yang disurvei mengatakan bahwa mereka tidak tahu harus mencari bantuan dari mana. Atau seringkali merasa diabaikan ketika mereka mengungkapkan kekhawatiran mereka kepada pejabat sekolah. Salah satu peserta mengungkapkan, “Saya tidak tahu apa artinya memiliki bagian dari identitas saya ini mendapatkan dukungan,”

Studi-studi serupa juga menunjukkan bahwa para profesional medis minoritas dari berbagai latar belakang sering menghadapi tantangan dalam mendapatkan pekerjaan dan mengalami diskriminasi dalam interaksi kerja sehari-hari mereka. Dokter kulit hitam, misalnya, sering mengalami marginalisasi di tempat kerja dan dalam proses rekrutmen, meskipun mereka kadang-kadang dimanfaatkan sebagai representasi diversitas.

Dr. Rachel Villanueva, presiden National Medical Association yang mewakili dokter kulit hitam, menyuarakan keprihatinan tentang bias dan diskriminasi, dengan mengatakan, “Terlalu banyak di antara kami khawatir tentang kemungkinan balasan, apa yang terjadi ketika Anda mengungkapkan sesuatu.”

Di ruang gawat darurat, Dr. Yang sudah terbiasa mendengar makian dari pasien yang emosional. Namun, sebagai seorang dokter, ia merasa bahwa fokus utamanya harus tetap pada perawatan pasien, meskipun makian rasial masih terus terjadi. “Sayangnya, makian rasial ini sering terjadi,” katanya, “Tetapi sebagai seorang dokter, kita harus fokus pada perawatan pasien.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *